Theresia Octastefani

start my experience

PEMILU = PRAKTEK KORUPSI ????

suara rakyat menjadi percumaBAB I

PENDAHULUAN

 A.      Latar belakang

Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945, dimaksudkan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan dapat menyerap serta memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, dan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah serta Wakil Kepala Daerah, pada dasarnya Pilkada memerlukan dukungan dan partisipasi dari segala elemen masyarakat. Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah dengan mengikuti pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah (pilkada). Pilkada merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan suatu daerah dalam periode tertentu.

Terselenggaranya pilkada secara demokratis menjadi dambaan setiap warga negara Indonesia. Pelaksanaan pilkada dikatakan berjalan secara demokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Setiap pemilih hanya menggunakan hak pilihnya satu kali dan mempunyai nilai yang sama, yaitu satu suara. Hal ini yang sering disebut dengan prinsip one person, one vote, one value (opovov).

Guna memenangkan kompetisi di ajang pemilu/pilkada, para kontestan partai politik saling bersaing satu dengan yang lain dengan menerapkan strategi komunikasi politik yang jitu. Tentunya, komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik menyesuaikan dengan sistem politik yang ada di Indonesia. Salah satu bentuk komunikasi politik yang dilakukan pada saat pemilu/pilkada adalah dengan melakukan kampanye politik. Penggunaan media massa sangatlah penting dalam proses kampanye dan sosialisasi politik pada pemilu/pilkada.

Sejalan dengan hal tersebut, pelaksanaan Pemilu 2009 hingga Pilkada 2011 ini diharapkan dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, jauh dari kenyataan yang diharapkan, justru pada pelaksanaan pilkada tahun 2011 ini,  banyak diwarnai dengan semaraknya kampanye kepala daerah dengan memasang spanduk, poster, baliho, guna mempromosikan diri untuk nantinya dapat dikenal dan dipilih oleh masyarakat.

Kampanye pilkada merupakan bagian dari kampanye politik. Kampanye pilkada yang terjadi di Banten dalam ajang merebutkan kursi kekuasaan Gubernur Banten periode 2011/2015, membuat masyarakat menjadi bimbang untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada Banten. Selain itu, dengan adanya kampanye yang dilakukan secara besar-besaran ini juga membutuhkan banyak dana. Hal inilah yang justru menimbulkan praktik kecurangan karena adanya korupsi/manipulasi dana kampanye yang dapat dilihat dari membengkaknya dana kampanye Pilkada.

Saat ini, kampanye hanya akan dijadikan sebagai ajang persuasi politik. Masing-masing tokoh politik akan berlomba untuk mempublikasikan dan mempromosikan diri mereka. Kemudian mereka saling mengklaim diri sebagai tokoh politik yang paling pantas untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Akan tetapi, jika dalam kampanye saja sudah terjadi korupsi, apalagi jika terpilih menjadi pemimpin. Maka dapat dipastikan, korupsi akan merajalela dan tak akan pernah dapat diberantas. Yang pada akhirnya nanti, akan memberikan citra yang buruk terhadap kepemimpinan suatu daerah dan keberlangsungan daerah tersebut.

 

B.       Statement Problem/Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut ini:

  1. Mengapa hingga saat ini pada penyelenggaraan Pilkada masih diwarnai dengan kampanye yang berlebihan dan akhirnya menimbulkan praktik korupsi/manipulasi dana kampanye?
  2. Apa sajakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya praktik korupsi/manipulasi dana kampanye pada Pilkada tahun 2011?
  3. Bagaimanakah peran media massa dalam menyikapi Pilkada 2011 yang diwarnai praktik korupsi/manipulasi dana kampanye?

C.      Tujuan Penulisan

Untuk memberikan eksplanasi dan membandingkan/mengkomparasikan mengenai berita-berita politik yang terjadi di media massa. Berita-berita politik yang dimaksud adalah partai politik yang berkompetisi pada pemilu 2009 dan Pilkada 2010, terjadinya korupsi/manipulasi dana kampanye, dan pengaruh media massa terhadap pemilu/pilkada.

 

D.      Manfaat Penulisan

    1. Bagi Penulis, penulisan ini merupakan suatu pembelajaran yang diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperkaya ruang lingkup mengenai matakuliah Komunikasi Politik dan Media Masa yang sedang ditempuh.
    2. Bagi Pembaca, penulisan ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan referensi.

 

BAB II

PEMBAHASAN

Berdasarkan dua (2) artikel yang ada di bagian lampiran makalah ini, maka saya ingin membandingkan dan menganalisis mengenai pemberitaan tentang “Kampanye Pilkada”. Di artikel pertama yang saya dapatkan melalui website Koran Kompas.com tanggal 1 Juli 2011, saya ingin menganalisis isi mengenai “Kampanye Politik Berbeda dari Promosi Pilkada”. Selanjutnya akan saya bandingkan dengan jurnal yang saya dapatkan tentang “Kajian Potensi-Potensi Korupsi Pilkada”.

Dengan adanya analisis dan perbandingan mengenai dua pemberitaan tentang Kampanye Pilkada yang beredar di media massa tersebut, saya ingin mengetahui lebih dalam mengenai apa yang terjadi dalam Kampanye Pilkada, dimana kampanye merupakan salah satu bentuk komunikasi politik yang juga melibatkan peran media massa di dalamnya.

Berikut ini, pemaparan mengenai analisis dan perbandingan kedua artikel tersebut berdasarkan rumusan masalah.

1. Penyelenggaraan Pilkada yang masih diwarnai dengan kampanye berlebihan dan akhirnya menimbulkan praktik korupsi/manipulasi dana kampanye

Dalam artikel pertama mengenai “Kampanye Poltik Berbeda dari Promosi Pilkada”, menjelaskan maraknya pemasangan spanduk, poster dan baliho yang dipasang oleh calon peserta Pilkada Banten untuk memperebutkan kursi kekuasaan Gubernur Banten Periode 2011/2015. Kampanye ini dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat Banten khususnya, agar nantinya pada saat Pilkada berlangsung, masyarakat memilih salah satu calon yang dikenal dan diharapkan oleh masyarakat.

Jika kita melihat realita yang ada pada saat pemilu/pilkada yang telah terjadi di periode sebelumnya, maka kita dapat lihat, begitu besarnya kampanye yang dilakukan oleh setiap calon peserta pemilu/pilkada. Hal senada juga dilakukan pada saat kampanye Pilkada 2011 di Banten. Kampanye dilakukan melalui berbagai media massa.

Kampanye pilkada merupakan bagian dari kampanye politik. Dan kampanye politik merupakan bentuk dari komunikasi politik. Komunikasi politik menurut Maswardi Rauf (1993) dinilai sebagai objek kajian ilmu politik yang terbagi menjadi dua dimensi yaitu sebagai sebagai sebuah kegiatan untuk penyampaian pesan politik dan sebagai kegiatan ilmiah.

Berdasarkan peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2010 Perubahan atas Peraturan KPU Nomor 69 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Kampanye Pilkada. Di dalam pasal 47 diatur bahwa kepala daerah boleh berkampanye asal mengajukan cuti. Dalam Pasal 47 ayat (1) menyebutkan bahwa pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, menjalani cuti di luar tanggungan negara, pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Dan di pasal 47 ayat (2) disebutkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku bagi pejabat negara yang tidak menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, tetapi ikut melaksanakan kampanye bagi salah satu pasangan calon.

Berdasarkan peraturan KPU tersebut, maka sah bila peserta pemilu/pilkada melakukan kampanye. Dengan adanya kampanye ini, orang yang sebelumnya jarang secara serius mengikuti perkembangan politik melalui media massa, tiba-tiba membaca satu atau dua penerbitan sekaligus setiap harinya. Disamping itu, masih menyimak berita dan talkshow melalui radio, televisi, maupun internet untuk mencari tahu lebih jauh lagi megenai berbagai hal, misalnya apa program (platform) partai politik atau kandidat, bagaimana sikap partai atau kandidat terkait dengan persoalan-persoalan pelik yang dihadapi bangsa, bagaimana jalannya kampanye, bagaimana hasil sementara pemilihan, dan bagaimana sosok serta penampilan para kandidat.

Berdasarkan artikel kedua mengenai “Potensi-Potensi Korupsi Pilkada”, saya ingin membandingkan fenomena yang selalu terjadi di setiap pemilu/pilkada terkait dengan kampanye. Menjelang pemilu/pilkada, banyak beredar kampanye politik baik di koran maupun di televisi. Para elit politik menggunakan media massa sebagai alat yang paling efektif guna memperlihatkan dirinya kepada khalayak luas. Tentunya, bagi tokoh politik yang banyak uang mampu menggunakan segenap sumber dayanya untuk “jual diri” melalui iklan di media massa.

Dengan adanya kampanye yang dilakukan secara berlebihan di berbagai media massa ini akan menimbulkan dampak negatif karena banyaknya dana yang harus dikeluarkan untuk menyukseskan jalannya kampanye. Untuk mencukupi dana yang membengkak, biasanya partai politik berkerja sama dengan pasangan calon untuk melakukan manipulasi dana kampanye dengan menyalahgunakan fasilitas jabatan dan kekuasaan yang dimilikinya. Dengan adanya hal ini, potensi untuk memanipulasi dana kampanye akan semakin lebih mudah.

Hal inilah yang pada akhirnya akan mengakar dan membudaya di negara kita. Maraknya kasus korupsi/politik uang saat ini tidak hanya terjadi di tubuh parlemen, melainkan saat ingin mecalonkan diri dalam pemilu/pilkada juga diwarnai dengan potensi korupsi. Sesungguhnya masyarakat tidak memerlukan kampanye secara besar-besaran, apabila calon kepala daerah tersebut memiliki citra yang baik di mata masyarakat, maka tanpa paksaan dari manapun, masyarakat akan memilih sesuai dengan hati nuraninya.

Inilah yang seharusnya dilakukan oleh para calon pilkada Banten untuk merebut hati masyarakat. Sehingga dana yang dikeluarkan untuk kampanye dapat diminimalkan dan dapat dialokasikan untuk hal yang lebih penting, seperti membantu masyarakat Banten dalam membuka lapangan pekerjaan, memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan, dan masih banyak hal positif yang dapat dilakukan dengan dana kampanye tersebut.

2. Faktor penyebab terjadinya praktik korupsi/manipulasi dana kampanye pada Pilkada tahun 2011

Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah. Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan daerah melalui pemilu/pilkada membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi.

Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik. Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi.

Di Indonesia, iklan kampanye pemilu/pilkada diperkenalkan pertama kali pada pemilu tahun 1999. Periode ini menandai era baru kehidupan politik di Indonesia karena sebelumnya kampanye memang tidak diperbolehkan. Iklan kampanye poltik selalu mengundang kontroversi. Hal ini dikarenakan bahwa iklan kampanye politik selalu membutuhkan dana yang besar.

Untuk memperoleh dana ini, sering terjadi praktik kecurangan yang dilakukan oleh partai poltik dengan calon peserta pemilu.pilkada sehingga menimbulkan potensi untuk korupsi/manipulasi dana kampanye. Berikut ini faktor penyebab terjadinya praktik korupsi/manipulasi dana kampanye, antara lain adalah

  1. Lemahnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam menjalankan fungsi dan peranannya.
  2. Ketidakcukupan dana yang dimiliki oleh partai politik untuk melakukan kampanye secara besar-besaran, sehingga dengan kekuasaan dan jabatan yang dipegangnya saat ini, memanipulasi dana yang diambil melalui pengurangan dana penggunaan yang diambil dari APBD.
  3. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kurang selektif dalam memeriksa laporan keuangan mengenai anggaran pengeluaran dana kampanye, sehingga terjadi praktik korupsi yang terselubung.
  4. Lemahnya peraturan yang mengenai berapa besar dana yang diperbolehkan untuk dipergunakan selama proses kampanye.
  5. Tidak adanya standart yang digunakan untuk membatasi penggunaan dana APBD untuk kepentingan pelaksanaan pemilu/pilkada.

Apabila faktor-faktor ini terus dibiarkan dan tidak segera ditanggulangi, maka dapat dipastikan untuk pemilu/pilkada tahun selanjutnya, akan lebih marak lagi tindak manipulasi dana kampanye. Hal ini memerlukan penangganan yang serius dari pemerintah dan kesadaran dari calon peserta pemilu/pilkada bersama dengan partai politiknya, dan tak terlepas juga dibutuhkan sikap kritis masyarakat dalam melihat fenomena politik yang terjadi menjelang pemilu/pilkada.

3. Peran media massa dalam menyikapi Pilkada 2011 yang diwarnai praktik korupsi/manipulasi dana kampanye

Guna memenangkan kompetisi di ajang pilkada 2011, para kontestan partai politik saling bersaing satu dengan yang lainnya. Penggunaan media sangatlah penting dalam proses kampanye menjelang pemilu/pilkada. Dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi bagian yang integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam politik.

Media massa merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan menyebarluaskan informasi, menjadi forum diskusi publik dan mengartikulasikan tuntutan masyarakat yang beragam. Semua itu dikarenakan sifat media massa yang dapat menyangkut informasi dan citra secara massif dan menjangkau khalayak yang begitu jauh, beragam dan luas terpencar (Pawito, 2009:91).

Dengan demikian, media menjadi salah satu alat yang mampu digunakan untuk menyatukan dan menggiring opini masyarakat kepada salah satu partai politik peserta pemilu/pilkada dengan memberikan arah ke mana mereka harus berpihak dan prioritas-prioritas apa yang harus dilakukan. Sehingga media dapat memberi semangat, menggerakkan perubahan dan memobilisasi masyarakat untuk memilih pada saat pemilu/pilkada berlangsung. Selain itu media massa juga harus bersikap kritis dan benar-benar menyajikan fakta yang terjadi sehingga tidak memberikan keterangan yang tidak benar.

Di sisi lain, iklan kampanye politik yang beredar di media massa pada dasarnya sama dengan promosi produk. Keduanya berusaha menjual sesuatu kepada sasaran konsumen tertentu. Memang iklan kampanye politik lebih rumit daripada iklan sabun atau obat nyamuk. Jika berhasil, iklan kampanye politik bisa meraih sejumlah target, seperti meningkatkan popularitas calon, meyakinkan pemilih yang masih bingung, meraih dukungan, menyerang pesaing dan penentang, menjelaskan visi dan misi, dan menjaga citra sang calon (Yulianti, 2004).

Menurut Ashadi Siregar (2006) kampanye melalui media, terutama media massa hanya akan mengalirkan dana ke industri media. Bagian terbesar dan belanja kampanye digunakan untuk membeli halaman media cetak dan jam siaran media penyiaran. Kampanye kemudian dijadikan sebagai ajang pencitraan demi terpilihnya mereka dalam pemilu/pilkada nantinya.

Dalam kasus iklan politik maka iklan dikemas sedemikian rupa dengan tujuan khalayak akan menjadi konstituen mereka ketika hari pemilu nanti. Targetnya adalah masyarakat menyukai tokoh politik tertentu, memilih, dan menyontreng nama atau gambar mereka di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nantinya.

 

BAB III
PENUTUP

 

Kesimpulan

Terselenggaranya pemilu/pilkada secara demokratis saat ini menjadi dambaan setiap warga negara Indonesia. Dengan dilaksanakannya pemilu/pilkada, diharapkan dapat memberikan perubahan dan kontribusi positif bagi suatu negara/daerah. Untuk memperoleh partisipasi politik, maka biasanya sebelum terselenggara pemilu sering dilakukan kampanye politik secara besar-besaran, yaitu dengan menggunakan peran media massa untuk menarik simpati masyarakat agar nantinya masyarakat memberikan suara pada saat pemilu/pilkada. Penggunaan media massa ini merupakan bagian dari komunikasi politik.

Kampanye yang dilakukan secara berlebihan, memberikan dampak negatif karena besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk membayar media massa yang mengiklankan kampanye politik dan belum tentu masyarakat akan memilih. Dengan besarnya dana yang dikeluarkan ini, dapat menimbulkan praktik potensi manipulasi dana kampanye. Terjadinya politik uang selama kampanye ini sudah sering terjadi. Oleh karena itu, diharapkan untuk pemilu/pilkada selanjutnya kampanye harus memiliki standar yang jelas untuk besarnya dana yang dikeluarkan selama kampanye.

Saran

Diharapkan partisipasi dari semua elemen masyarakat, LSM, dan juga pemerintah untuk lebih kritis dalam Pemilu/pilkada. Untuk calon kepala daerah tidak perlu melakukan kampanye secara besar-besaran karena masyarakat akan dengan sendirinya memilih yang terbaik sesuai dengan hati nuraninya dan tanpa paksaan ataupun pengaruh dari pihak manapun. Sehingga dana anggaran kampanye tidak terbuang sia-sia, akan lebih baik jika dana anggaran kampanye diminimalkan dan sisanya dipergunakan untuk melakukan hal yang lebih penting, misalnya dengan membangun sarana pendidikan/pun kesehatan, membuka lapangan pekerjaan, membenahi fasilitas-fasilitas umum yang pada akhirnya nanti memberikan manfaat kepada masyarakat. Dengan melihat sikap positif yang ditunjukkan oleh calon kepala daerah ini, maka secara otomatis masyarakat akan tergerak untuk memilih calon kepala daerah yang sesuai dengan keinginan masyarakat.

Daftar Pustaka

Pawito. 2009. Komunikasi Poltik, Media Massa dan Kampanye Pemilihan. Yogyakarta:Jalasutra.

Siregar, Ashadi. 2006. Etika Komunikasi. Yogyakarta: Pustaka.

Kotler, Philip. 1991. Marketing. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Yulianti. Iklan Politik di Televisi. Kompas, 23 Agustus 2008.

Single Post Navigation

Tinggalkan komentar